Hujan Adalah Jalan Kerinduan

Hujan Adalah Jalan Kerinduan

Daftar Isi
Bila disuruh mengingat-ingat kapan terakhir kota ini mendapati matahari bersinar cerah sepanjang hari, rasa-rasanya susah untuk disebutkan. Hampir sepanjang tahun ini selalu turun hujan. Mungkin pabila berhenti, palingan cuma sehari atau dua hari.

Hujan, sebagian orang yang bertempat tinggal di daerah kering mengatakan hujan adalah berkah, sebagian lain bagi yang bertempat tinggal di bantaran kali atau sungai, mengartikan hujan sebagai sebuah 'alarm' untuk mengingatkan akan ancaman banjir. Namun kali ini masalah-masalah tersebut tidak akan dibahas lebih lanjut, terlebih karena saya belum mempunyai banyak referensi tentang itu.

Apabila ditinjau dari sisi melankolik, hujan termaknakan bukan sekedar air yang tercurah dari langit. Hujan dapat diasosiakan sebagai sebuah jalan, jalan kerinduan. Ya, dengan melihat, merasakan dan meresapi hujan, dapat membangkitkan sisi emosionalitas kita. Ada sesuatu dalam tiap tetes-tetesan hujan yang turun itu. Ada sesuatu yang dapat membuat hati selalu bertegar. Ada sesuatu yang selalu dapat membangkitkan kenangan. Ada sesuatu dalam hujan itu.

Begitu pula dengan hujan kali ini, ada setumpuk kerinduan yang menelusup masuk ke dalam dada ini. Mungkin terlalu berlebihan atau dalam bahasa gaul sekarang; terlalu lebay. Apapun itu, tapi rasa rindu ini tidak dapat dipungkiri ada dan muncul bila cuacanya mendukung seperti ini. Mungkin itu kerinduan pada rumah di kampung sana yang sudah beberapa tahun ini kutinggalkan. Mungkin pada sahabat-sahabatku yang lama tak bersua semenjak menginjakkan kaki di kota ini. Atau mungkin pada hal-hal kecil yang terkadang kulewatkan, yaitu pada nyamannya kasur dan selimut di tempat tidurku. Atau pada tawa-tawa renyah dari bocah-bocah yang bermain di halaman rumahku. Atau pada tembok dan pohon di samping rumahku yang selalu kupanjati sewaktu kecil. Akh, terlalu banyak yang dapat memberikan kerinduan disana.(*)
Open Comment
Close Comment

Post a Comment