Standar Ganda

Standar Ganda

Daftar Isi
Penilaian manusia terhadap sesuatu hal tidak terlepas dari dimensi sosio-kultural-historis yang melekat pada manusia itu sendiri. Ini berarti penilaian seseorang terhadap sesuatu akan selalu subjektif, karena keterbatasan manusia dalam memberi penilaian secara holistik terhadap sebuah subjek. Selalu akan ada sudut pandang. Sudut pandang itulah yang dipengaruhi oleh pengalaman masa lalu, kondisi geo-politik, budaya, ideologi, dan masih banyak batasan-batasan yang lain. Selanjutnya, sudut pandang yang subjektif akan membentuk standar penilaian yang subjektif pula.

Disinilah kemudian agama (yang tunduk kepada Tuhan) hadir. Melalui nash-nashnya, ia hadir untuk menerabas keterbatasan manusia dalam membuat standar yang subjektif atau keliru dengan memberikan pandangan holistik yang mencakup seluruh aspek. Pandangan ini bersumber dari kebenaran hakiki, yang pada akhirnya akan membentuk standar kebenaran yang ideal dan objektif.

Namun dalam proses kehidupan, manusia tetaplah manusia, dimana ia akan selalu condong untuk memperturutkan hawa nafsunya. Dan ketika standar kebenaran tidak acuhkan, melainkan pertimbangan emosional yang dikedepankan, maka yang dihasilkan hanyalah sentimen.

Sentimen inilah yang berbahaya sebenarnya. Oleh sebab, sentimen bisa mewujudkan standar ganda dalam menilai sesuatu. Karena standar ganda inilah, dalam menghadapi satu subjek dengan beberapa kasus maka manusia bisa melahirkan penilaian yang berbeda, mengikuti kecenderungan emosionalnya, mengikuti kecenderungan sudut pandang subjektifnya. Apabila ini yang terjadi maka manusia tersebut akan bisa membenarkan atau memberikan toleransi sebuah perilaku di satu kasus, namun sekaligus mengutuk perilaku yang sama di kasus lain.

Sebagai contoh, subjek perilakunya adalah kekerasan terhadap anak-anak, dimana satu kasus terjadi di Afrika, satu lagi terjadi di Palestina. Kita lihat, standar ganda bisa berlaku disini. Pada hari ini bisa kita lihat sendiri dimana dunia ramai-ramai mengecam pada satu kasus, namun melakukan pembiaran pada kasus yang lain.

Oleh karena itu, penilaian yang bersumber dari sentimen akan selalu tidak adil sebab kecenderungannya selalu subjektif. Sudah saatnya kita kembali pada kebenaran dalam menilai setiap tindakan yang dilakukan manusia manapun di muka bumi ini. Kebenaran yang memposisikan kemanusiaan sebagai tolok ukur dalam memanusiakan manusia.
Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa: barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. Dan sesungguhnya telah datang kepada mereka rasul-rasul Kami dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas, kemudian banyak diantara mereka sesudah itu sungguh-sungguh melampaui batas dalam berbuat kerusakan dimuka bumi. (QS: Al-Maidah Ayat: 32)
Open Comment
Close Comment

Post a Comment