Novel Romantis: Menikahlah Denganku [Part 1- Tamat]

Novel Romantis: Menikahlah Denganku [Part 1- Tamat]

Daftar Isi

 

[PROLOG]


Tujuh puluh satu hari lagi, akankah gaun itu tetap menggantung di lemari?

Gadis itu bersimpuh. Wajah basah membenam di kedua lutut lelaki di hadapannya, yang tetap bergeming dan larut dalam sunyinya, sendiri.

Sekian lama, tak ada kata. Ia mengangkat wajahnya, untuk menemukan wajah lelakinya. Wajah yang dulu cahaya teduh tertanam kuat di sana. Namun, sekarang? Sinar itu redup semena-mena.

Tatapan itu, tatapan lurus tanpa jangkauan. Tak ada tujuan akhir dari hasil kerja retina matanya. Mata tajam itu semikin tajam. Menerawang. masuk ke negeri awang-awang. Entah sudah sampai mana ia melangkah dalam pengembaraannya di negeri itu, gadis itu tak tahu.

Ini sudah hari ke-29 sang gadis menemukannya dalam keadaan demikian. Ini sudah hari ke-29 ia kehilangan senyum simpul yang selama ini menjadi candu bagi lelahnya.

"Dan, ini sudah hari kedua puluh sembilan kamu meninggalkanku untuk bertualang. Sendirian," lirihnya.

Di luar gerimis. Gadis itu tak peduli. Ia hanya tahu bahwa ada sepasang mata tua sedang mengawasi mereka berdua dari balik gorden vitrage gading di pintu kamar. Mata yang pada akhirnya nanti selalu menitikkan butir bening dari kelopaknya. Gadis itu bisa mencium kepedihan dari tetesnya. kepedihan yang tak bisa ditakar banyak sedikitnya dengan keperihan miliknya. Luka mereka sama.

Wajah basah yang telah leleah kembali membenam di kedua lutut lelaki itu. Gadis itu membiarkan dirinya luruh dalam duka yang melautkan luka.

Ia teringat pada gaun yang menggantung manis di lemari kamarnya sejak dua minggu lalu. Gaun yang mirip dengan cocktail dress impiannya. Gaun yang sejatinya akan dengan anggun membalut tubuhnya, 71 hari lagi. Gaun yang...

Sentuhan lembut mendarat di lengannya, membuyarkan lamunan. Ada binar yang tia-tiba hadir di matanya karena sentuhan itu. Sentuhan yang ia kira berasal dari dua tangan milik lelaki di depannya.

Wajah basah itu kembali terangkat.

Bukan ternyata. Sentuhan itu hanyalah buah ilusinya sendiri. Kenyataannya, tangan kekar itu tetap berada di tempatnya. Terkulai di bagian penyangga tangan kursi roda, yang menjadi saksi hari-hari suramnya dalam 29 hari terakhir.

Satu dari dua kakinya mati rasa.

Melumpuhkan hasratnya, hampir jiwanya.

Tujuh puluh satu hari lagi, akankah gaun itu tetap menggantung di lemari? 

Open Comment
Close Comment

Post a Comment