Novel Romantis: Menikahlah Denganku [Part 2]

Novel Romantis: Menikahlah Denganku [Part 2]

Daftar Isi


BAB 1

Sebelas bulan lalu

    Aku pengin pesta resepsi kita bernuansa rimba belantara. Undangan dibuat dari material utama daun kering, hiburannya kita pakai musik perkusi. Nah, nanti pas acara inti diberi backsound suara-suara alam. Desau angin, aliran air, hahaha ......... mungkin nggak, ya?" Ratna memainkan pulpen di jarinya, memukul-mukul pelan bibir tipisnya, sembari menunggu reaksi dari lelaki di hadapannya.

    Galih bergeming. Keningnya berkerut. Matanya menatap heran mata Ratna. Sedari tadi gadis itu sibuk corat-coret sesuatu di atas blocknote dengan hardcover putih bertuliskan

    "Keep calm cause everything is gonna be OK", hasil kreasi dengan koleksi akrilik miliknya. Di dalam blocknote itu sudah tertulis segala tetek-bengek tentang apa-apa saja yang akan dipakai untuk acara pernikahannya nanti.

    "Yakin?" Intonasi serius terdengar dari suara Galih. 

    "Kenapa enggak? Ini pesta kita."

    "Aku belum bisa bayangin bentuknya."

    Ratna menggeser maju kursinya, lebih mendekat ke arah Galih. "Aku terinspirasi dari Taman Tragoess di Austria yang ditenggelamkan Green Lake saat musim panas. Taman yang sederhana, tapi cantik. Kamu tahu, kan?"

    Galih membelalakkan mata. "Jangan bilang pesta kita di bawah air?" ujarnya.

    "Ya nggak, dong. Realistis ajalah. Kalau pada akhirnya harus memakai gedung, gedung resepsinya kita sulap jadi hutan pinus, tapi di pinggir-pinggirnya aja. Danau kecil kita tempatkan di depan pelaminan, aku pengin ada unsur air. Oh, ya, dekor singgasana pengantin nggak usah pakai gebyok dan kawan-kawannya. Cukup satu buah bangku taman di belakang danau buatan, tapi bangkunya diberi ornamen mawar pink dan putih di beberapa titik sandarannya. Biar manis, nanti diberi juga chiffon certify putih menjuntai di bangku itu. Jalan setapak juga dibuat dari taburan batu koral untuk tamu yang mau menyalami pengantin," Ratna bersemangat melanjutkan penjelasannya.

    "Baju pengantinnya? Ala Tarzan?" tanya Galih asal.

    "Nggaklah ...!" Ratna menyeruput ice mint tea di hadapannya sebelum kembali melanjutkan penjelasannya, "Bajunya nggak jauh beda sama baju pengantin pada umumnya, tapi pakai model yang simpel, biar yang ribet dekornya aja. Memang sengaja dibikin kontras sama dekorasinya. Kan lucu, tuh, ada pengantin di hutan. Hihihi ...." Ratna cekikikan sendiri.

    "Tunggu." Galih sedikit membungkukkan badan. Ujung rambut sebahunya ikut jatuh ke depan. Wangi shampo pria itu menyeruak di hidung Ratna. "Rambutku nggak akan jadi korban, kan?" lanjutnya.

    "Nggak dong, Kamu harus mempertahankan predikat GPK, Sayang "

    "GPK?"

    "Gondrong penuh kasih." Mata Ratna mengerjap-ngerjap genit. Spontan Galih menjatuhkan punggungnya di sandaran kursi kayu yang miring ke belakang. Tak habis pikir.

    "Kenapa nggak outdoor aja? Biar dekorasinya nggak terlalu susah," tanya Galih kemudian, sembari menegakkan kembali posisi duduknya.

    "Kamu lupa? Kemungkinan besar tanggal pernikahan kita jatuh di musim hujan." Binar di wajah Ratna mendadak luntur.

    Ingatan Ratna kembali mundur ke dalam waktu dua minggu lalu. Saat orangtua dan kakeknya menegaskan bahwa pemilihan tanggal pernikahan harus dilaksanakan pada bulan baik. Baik menurut sang kakek. Meski belum fix, Ratna tahu usulan darinya untuk menikah pada tanggal cantik akan berakhir dengan coretan merah.

    Galih menangkap redup mata kucing berbingkai bulu mata panjang itu. Buru-buru diusapnya ubun-ubun Ratna dengan lembut. "Semangat lagi, dong?" pintanya.

    Tarikan napas panjang keluar dari hidung Ratna. Lalu, gadis itu menarik dua ujung bibirnya agar melebar. Deretan gigi putih dan rapi tampak berbaris kala senyum itu muncul kembali.

    "Kamu nggak tanya aku minta mahar apa?" Suara Ratna kembali renyah. Kening Galih berkerut.

    "Anaphalis jevenica dari Semeru!" seru Ratna kemudian. "Edelweiss?"

    Ratna mengangguk mantap. "Bulan depan kamu ke sana, kan?"

    Galih diam. Tangannya bersedekap. Matanya mendelik, melirik Ratna yang tengah menatapnya penuh harap. Seperti kucing yang minta dimanja.

    "Bisa, kan?" Ratna sedikit merajuk. Galih hanya mengulas satu senyum. Senyum pengabulan menurut Ratna, tetapi getir bagi Galih. la tak akan pernah mengizinkan segala bentuk kecewa yang hadir pada diri Ratna datang darinya.

    Kini mata Galih terpejam. Dua tangannya ditangkupkan menjadi satu menopang dagu. Dahinya berkerut, sesekali.

    Ratna mengamati wajah di hadapannya dengan teliti. Betapa ia sangat bersyukur pada akhirnya akan memulai babak kehidupan baru dengan lelaki di depannya.

    Lelaki yang kepadanyalah ia bisa mencintai dengan mudah. Lelaki yang kepadanyalah ia bisa merumahkan hati. Lelaki yang sebulan lalu secara kesatria membawanya ke sebuah masjid dan mengatakan bahwa secepatnya ia akan mengajaknya ke masjid itu lagi untuk mengucapkan ijab kabul. Lelaki yang kepadanya tak perlu berpikir rumit untuk menerima ajakan itu. Toh secara usia dan kemapanan mereka sudah lebih daripada cukup, pikirnya.

    "Mungkin nggak, sih?" Galih membuka kelopak matanya. Menyesap cappuccino yang sudah dingin dan tinggal setengah di cangkirnya. Lamunan Ratna buyar seketika.

    "Apanya?"

    "Ya konsep ini."

    "Kalau kita buat mungkin, ya pasti mungkin, dung. " Kali ini suara Ratna terdengar mantap.

    "Aneh, nggak, dilihat orang?"

    "Hmmmh.......pasti akan ada banyak kepala yang sulit menerima konsep ini. Makanya harus kita buktikan dengan hasil yang memiliki kelas. Nggak ecek-ecek!"

    Galih kembali menatap bola-bola mata Ratna. Api semangat sedang berjejal di dalamnya. "Kenapa kamu pilih konsep ini?" selidiknya.

    "Karena aku jatuh cinta sama alam."

    "Sejak kapan?" Kening Galih kembali berkerut. Setahunya, Ratna bukan penggiat alam.

    "Sejak aku jatuh cinta sama kamu," jawab Ratna ringan. 

    Satu cubitan kecil dari dua jari Galih mampir di hidung bangir gadisnya. 

***

    Bersamaan dengan itu, tanpa mereka berdua sadari, sebuah mata lensa berhasil mengabadikan adegan itu, lebih dari sepuluh meter jauhnya di meja seberang. Suara cekikikan tertahan dari balik lensa.

Siapakah orang misterius itu?

Open Comment
Close Comment

Post a Comment