Novel Romantis: Menikahlah Denganku [Part 14]
“Jadi, sudah sampai mana persiapan kalian?” tanya ibu Ratna dengan nada yang dibuat santai. Sudah sebulan berlalu sejak wanita itu berseteru dengan Ratna terkait konsep pernikahan. Sebulan pula hubungannya dengan Ratna menjadi dingin. Namun, ia tak mau menampakkannya di depan Galih, calon menantunya.
“Sudah mulai order beberapa, Tante. Undangan, hunting gedung, hunting suvenir .…”
“Satu tahun itu cepat sekali, lho. Kalau terlalu santai, nanti tahu-tahu sudah dekat hari H. Tante harap kalian menyiapkannya dengan baik jauh-jauh hari supaya tidak kelimpungan saat waktu sudah mendekati,” ujar ibu Ratna lagi sembari menyerahkan handuk kecil untuk Galih.
“Ini, keringkan dulu badannya, Nak.” Galih menyambutnya. Hujan membuat basah sebagian tubuhnya.
Kedatangannya ke rumah Ratna kali ini selain ingin bertemu dengan orangtua Ratna untuk berbicara terkait perkembangan mengenai persiapan pernikahan, juga bertujuan menjemput Ratna. Mereka akan memastikan lagi gedung yang akan dipakai untuk acara resepsi pernikahan.
Ratna yang baru datang dari belakang membawa selembar T-shirt yang masih terlipat rapi untuk Galih.
“Pakai punyaku dulu, ya? Yang ini ukurannya gede, kok. Karena kegedean makanya nggak pernah kupakai,” ujarnya sembari menyerahkan T-shirt putih polos itu kepada Galih. Galih segera beranjak ke kamar mandi untuk mengganti T-shirt yang basah di badannya.
“Kamu masih keukeuh dengan konsepmu, Jen?” ibu Ratna langsung bertanya begitu Galih beranjak dari mereka.
“Dari awal memang seperti itu rancangannya, dan kami berusaha konsisten dengan apa yang sudah kami siapkan,” jawab Ratna datar. Mamanya hanya mengulur napas dalam. Wanita itu urung menimpali kalimat anaknya begitu melihat Galih yang sudah kembali ke ruang tamu.
Tak lama kemudian Ratna dan Galih pamit. Mereka akan memanfaatkan waktu yang sebenarnya sangat sempit ini untuk mencari gedung. Ratna yang memang selalu matang dalam perencanaan bahkan sudah menyiapkan rute mengenai urutan gedung yang akan mereka kunjungi demi efisiensi waktu.
**
“Apa? Full booked juga?” Mata Ratna membelalak. Ini sudah gedung keempat yang mereka datangi dan semuanya sudah dipesan untuk acara resepsi 5 Oktober 2014.
Seorang publicist berpakaian batik model cheong sam yang ditemui Ratna dan Galih hanya tersenyum. Baginya, Ratna dan Galih adalah tamu keenam yang datang hari ini untuk mencari tempat resepsi pernikahan untuk tanggal yang sama di hotel tempatnya bekerja.
Setelah berbasa-basi sebentar dengan publicist itu, Ratna dan Galih pamit. Ratna melangkah lunglai menuju mobil Galih. Sementara Galih tetap tampak tenang dan berusaha memberi semangat kepada kekasihnya untuk mencoba gedung-gedung lain.
“Kita coba ke Gedung Pacific dan Syailendra, gimana?” tanya lelaki itu sembari menggandeng tangan Ratna yang sudah kehilangan semangat. Ratna hanya melihat arloji di pergelangan tangannya. Sebentar lagi ia harus datang ke kantor lantaran ada meeting untuk persiapan produksi proyek pembuatan iklan.
“Aku harus segera ke kantor,” jawab gadis itu begitu mereka sampai di parkiran.
“Hmmm ... ya sudah, kita hunting besok lagi. Sekarang kuantar kamu ke kantor.” Dengan sigap Galih duduk di belakang kemudi. Ratna yang sudah terlebih dulu duduk di jok penumpang hanya mengangguk pelan. Gadis itu diam, tetapi tampak berpikir keras.
Tak lama kemudian ponsel di saku celana Ratna berbunyi. Dari mamanya.
“….”
“Belum, Ma. Penuh semua.”
“….”
“Ya udahlah, Ma. Toh, Ratna juga udah berusaha, kan? Ini juga masih usaha lagi, kok.”
“….”
“Udah dulu ya, Ma. Ratna mesti ke kantor.”
Sambungan telepon diputus Ratna. Ia tak ingin berdebat di telepon dengan orangtuanya itu, terlebih ada Galih di dekatnya. Wajahnya yang makin muram ditangkap dengan baik oleh feeling Galih.
“Ada apa?”
“Biasalah, Mama ....”
Galih melambatkan laju mobilnya, lalu menatap Ratna sesekali. Melihat Ratna murung adalah pemandangan yang sangat jarang didapatnya. Ratna yang sadar sedang diperhatikan oleh Galih menjadi sedikit canggung dan segera menjawab pertanyaan Galih yang tergambar dalam tatapan mata rajawali itu.
“Tahu kalau kita nggak dapet gedung, Mama malah nyalahin aku. Dibilang aku terlalu santailah, inilah, itulah,” gerutu Ratna sambil menatap lurus jalanan di depannya.
“Kamu sekarang jadi penggerutu, ya?” Galih berkata dengan suara ringan, tetapi Ratna tersentak dengan ucapan itu. Baginya, ucapan itu bagai setrum dengan voltase tinggi karena selama ini Galih tak pernah melakukan protes terhadap sikapnya. Sementara bagi Galih, ucapannya tadi tak ada arti lebih daripada sekadar untuk menggoda agar Ratna lebih santai menghadapi masalah demi masalah yang mulai muncul. Masalah yang biasa terjadi saat menyiapkan sebuah perhelatan nikah.
Mobil melaju dengan kecepatan tinggi. Galih tak ingin Ratna menemui masalah baru akibat terlambat datang ke kantor. Meski sesekali mobil harus direm mendadak saat bertemu pengendara lain ataupun melintas di kelokan tajam, hal itu tak membuat lamunan Ratna terhenti. Ratna yang semakin larut dalam pikiran-pikiran negatif tentang dirinya mulai merasa rendah diri.
Kemarin Rigel bilang aku nyebelin, sekarang Galih pun bilang aku jadi penggerutu. Sebegitu menyedihkannyakah aku?
**
Ratna turun dengan wajah yang masih murung begitu mobil berhenti. Tangan Galih menahan pergelangan tangannya saat gadis itu buru-buru beranjak masuk ke gedung Aksata.
“Nanti kujemput jam berapa?”
“Belum tahu. Meeting-nya nggak bisa ditentuin selesai jam berapa. Sepertinya akan lama karena kali ini bahas persiapan produksi untuk pembuatan iklan setengah miliar itu. Hmmm ... nanti aku pulang bareng Andri aja, ya?”
Galih hanya bergeming sembari menatapnya. “Jam berapa pun aku bisa jemput. Hari ini kerjaan udah di-handle Windra,” ujar Galih meyakinkan. Namun bagi Ratna, kata-kata Galih tentang dirinya yang jadi penggerutu masih sangat membekas, dan ia ingin menetralisasinya dengan menyendiri terlebih dahulu.
“Kamu istirahat aja. Beneran deh, nanti aku bisa bareng Andri. Besok kita masih harus hunting lain-lain lagi, kan?”
Galih kembali menatap bola-bola mata Ratna. Ia menangkap kegelisahan itu. Kegelisahan yang menurutnya terjadi lantaran Ratna mulai stres dengan persiapan pernikahan mereka. Sebenarnya, Galih ingin sering-sering berada di dekat gadisnya agar beban itu tak disangga Ratna sendiri. Namun, kemauan Ratna selalu lebih kuat dan menepis keinginan Galih.
Setelah diam sejenak, akhirnya Galih hanya mengangguk menuruti keinginan Ratna. Ratna pamit dan segera beranjak memasuki kantor Aksata yang sudah menanti kedatangannya.
Galih masih diam di mobilnya, meletakkan pandangannya pada Ratna yang berjalan semakin jauh. Tak lama kemudian ia segera mengeluarkan ponsel dan menulis sesuatu di aplikasi WhatsApp untuk Ratna.
Ratna baru saja masuk ke ruangan meeting ketika seluruh personel tim proyek setengah miliar telah menunggunya. Gadis itu memilih satu tempat duduk dan bersiap mengikuti acara itu. Namun, sebelum meeting dimulai, ia menyempatkan diri menengok ponselnya yang berbunyi, lalu membaca pesan dari Galih.
“Jadikan bahu ini rumahmu. Bukan saja untuk bahagiamu, tapi juga letihmu.”
Ratna terkesima. Seulas senyum perlahan mengembang di bibirnya. Galih selalu bisa membuatnya jatuh cinta berulang dengan sikapnya yang tak terduga. Lanjut Ke Part 15 »
Post a Comment for "Novel Romantis: Menikahlah Denganku [Part 14]"
Post a Comment