Novel Romantis: Menikahlah Denganku [Part 27]


“Hyuuuhuuu .... Ada orang nggak, sih? Katanya disuruh ke sini sebelum malam? Gimandose, sih, cyiiin?” Seseorang dengan bentuk yang “unik” sibuk melongok-longok ke dalam kantor Aksata yang sudah sepi selepas magrib. Tangan kirinya sibuk menenteng bungkusan besar, sementara tangan kanannya berkali-kali berusaha memencet nomor yang sama untuk menghubungi Ratna.

Tak lama kemudian sosok yang dicari keluar menemuinya.

“Maaf ya, Ivanka. Aku shalat Magrib dulu tadi. Yuk, masuk?” ajak Ratna datar. Ivanka yang lega sudah bertemu dengan Ratna langsung semringah dan bergegas mengikuti Ratna ke ruang lobi Aksata. Ratna mempersilakan Ivanka duduk, sementara dirinya ke dalam mengambil minuman botol. Ivanka yang merasa kering di tenggorokan lantaran sedari tadi berteriak-teriak meneguk habis minuman itu.

“Eh, Buuuk! Ini pesenan you. Wedding dress buat you dan calon suami you yang ganteng itu,” ujar Ivanka sambil tersenyum genit. “Harusnya you yang ambil sendiri ke butik, jadi bisa langsung fitting, kalau ada yang kurang bisa langsung diperbaiki. Tapi, karena you mintanya dianter, ya sutralah yaaa, entar kalau ada yang kurang, you balikin lagi aja ke butik. Okey?” lanjut Ivanka setelah menyerahkan pesanan Ratna. Ratna tak begitu menanggapinya. Ada sesuatu seperti menggores batinnya saat menerima pesanan yang masih dibungkus tas berukuran besar itu.

“Makasih, Ivanka. Sampaikan terima kasih juga buat Tante Amira,” ujar Ratna masih dengan sikap yang sangat datar.

“Hah? Udah, gitu aja? Nggak dilihat dulu, Cyiiin?”

Ratna menggeleng pelan. Bibirnya memaksa tersenyum. Ivanka sedikit heran dengan sikap Ratna yang kurang bersemangat menerima gaun pesanannya. Lantas, ia bersiap untuk pamit kepada Ratna.

“Kalau begitu, I ….” Ivanka menghentikan kalimatnya dan memasang ekspresi terkejut sekaligus semringah melihat Andri muncul dari dalam. “Aiiihhh ….” Ivanka hendak mencolek Andri, tetapi gagal lantaran Andri yang mengetahui keberadaan Ivanka di kantornya dengan spontan berbalik arah dan berlari ke dalam. Ivanka manyun dan langsung berpamitan. Ratna yang biasanya paling suka meledek Andri tentang Ivanka sedang tidak ingin melakukannya kali ini.

**

Selepas pulang kerja, Ratna meletakkan bungkusan berisi busana pengantin pesanannya itu di sudut kamar. Mama yang sempat menanyakan apa yang dibawanya bahkan dibiarkan bertanya-tanya. Ratna enggan menjelaskan apa pun. Kali ini ia benar-benar merasa hidupnya sudah miskin gairah. Bahkan, ia tak tahu akan berbuat apa untuk sekadar meminimalisasi kekacauan yang terjadi di hatinya.

Sepanjang malam ia hanya bersandar di ranjangnya. Otaknya dibiarkan menjadi lintasan banyak hal yang datang dan pergi secara berganti-ganti. Baju pengantin, Galih, dan rencana pernikahannya adalah tiga hal yang mendominasi dan berpotensi merusak setiap sendi.

Ratna mengambil kalender duduk di meja samping tempat tidur. Telunjuknya sibuk menghitung-hitung deretan angka yang dimulai dari hari ini menuju tanggal paling sakral dalam hidupnya.

Sejenak dihelanya napas dalam. Ini sudah H minus tiga bulan dari tanggal pernikahan yang telah ditetapkan. Tinggal 72 hari lagi, tepatnya. Seharusnya, sudah delapan puluh persen persiapan. Namun, apa yang terjadi?

Ratna kembali bersandar dan memejamkan matanya. Ia juga mempersilakan berbagai kecamuk kembali datang memenuhi pikiran. Matanya memejam. Bayangan wajah Galih hadir begitu jelas, dengan sorot mata yang tajam meneduhkan. Ah, betapa ia rindu sorot itu. Sorot yang dulu penuh cahaya.

Sebuah kekuatan tiba-tiba menghampirinya. Ia bertekad membuat kemajuan pada diri Galih.

Pada kenyataannya, sebuah masalah memang harus dihadapi dengan kesatria. Bukan malah ditinggal lari karena dia akan semakin kuat menjadi hantu pikiran yang ingin akal sehatku mati, pikirnya.

Ia tak bisa mengesampingkan masalah ini begitu saja. Harus ada satu hal atau tindakan untuk mengembalikan keadaan seperti sediakala.

Aku tak akan membiarkan masalah-masalah ini terus meledekku. Dia harus tahu bahwa Tuhan hanya sedang mencandaiku.

Perlahan Ratna menghampiri bungkusan besar yang masih terbungkus rapat di sudut kamar. Hati-hati tangannya mulai menyobek plastiknya. Dadanya berdesir ketika sebuah gaun putih tulang menyembul dari kemasan yang baru dibuka sedikit. Bagi Ratna, perlu kekuatan besar untuk bertemu dengan gaun itu.

Ratna menghela napas dalam. Jemarinya kembali membuka bungkusan itu lebih lebar. Gemetar di tangannya menjalar tiba-tiba ketika gaun itu secara utuh sudah berada di genggamannya. Sebuah cocktail dress berbahan lembut yang terlihat simpel, tetapi elegan. Entah kenapa tiba-tiba jantungnya berdegup kencang saat ia mematut diri di depan cermin dengan mengenakan gaun itu. Sekilas gaun itu mirip wedding dress milik Marsha Timothy. Dengan lengan dibawah siku dan panjang yang hanya di bawah lutut, gaun itu terlihat tak biasa dari gaun-gaun pengantin kebanyakan. Ornamen beberapa mawar putih di bagian dada menjadi satu-satunya hiasan yang membuat gaun itu makin cantik.

Ratna berputar perlahan di depan cermin panjang yang ada di depannya. Tubuhnya yang tinggi dengan leher jenjang dan kulit yang bersih membuatnya tampak anggun.

Kamu cantik sekali, hei, Calon Pengantin Galih, batinnya berkata kepada bayangan yang ada di cermin. Ada kelu terasa.

Akan tetapi, apakah gaun itu akan dikenakan sesuai rencana? Pikiran itu kini menghantui. Membangun susunan pesimisme dalam hatinya. Semakin lama, pesimisme itu semakin mengakar. Ketakutan hadir tiba-tiba. Ratna buru-buru melepas gaun itu sebelum pesimisme dan ketakutan yang berkolaborasi sempurna kian menikamnya. Lalu, gaun itu dibiarkan menggantung di lemari yang kini ditutup rapat-rapat.

Ratna tersadar, masih ada benda lain yang harus ditemui dengan berbekal kekuatan besar. Ekor matanya kembali melirik bungkusan. Ratna mendekat. Satu pakaian lagi diambilnya. Getaran di dadanya kembali bereaksi ketika sebuah jas American Style berwarna senada dengan gaun miliknya kini tergelar di hadapannya. Desir di dada tak pergi juga. Seharusnya, jas bergaya santai dan informal itu yang akan bersanding dengan gaunnya pada saatnya nanti. Namun .…

Sedetik kemudian, Ratna telah mendekap erat jas itu. Kekuatan tiba-tiba kembali menghampirinya. Mungkin jas ini yang akan mengembalikan keadaanmu seperti semula.

Keadaan yang lebih baik dan akan membebaskanmu dari kerapuhan tanpa jeda, harapnya.

Tanpa sadar, air mata meluncur turun di pipinya. Kekuatan yang baru saja berhasil dibangun seakan runtuh satu per satu. Semakin lama, tangis itu semakin kuat. Pundaknya berguncang hebat.

Mama yang sedari tadi memperhatikannya dari balik pintu kamar yang tak ditutup rapat akhirnya luluh juga. Ia tak sampai hati membiarkan Ratna tersiksa dengan masalah yang sedang mengimpit. Wanita itu bergegas mendekati Ratna, lalu memeluk putri tercintanya. Ratna yang semakin kuat menangis meletakkan kepalanya di pundak sang mama. Tangis ibunya pecah juga.

“Masih ada Mama, Ratna. Kamu tidak sendirian. Mama, juga Papa, tak akan pernah membiarkan kamu jatuh.” Suara ibunya yang terbata bercampur dengan isakan makin membuat Ratna perih. Ia tahu, masalah yang sedang menderanya kini adalah masalah besar juga bagi orangtuanya. Ratna memeluk ibunya lebih erat, meleburkan sekat yang selama ini tercipta di antara mereka.

**

Tujuh puluh satu hari lagi, akankah gaun itu tetap menggantung di lemari?


“Sayang, lihat. Ini bagus sekali,” ujar Ratna membawa jas yang telah dibawanya ke hadapan Galih. Namun, yang terjadi, Galih tetap bergeming di tempatnya. Di atas kursi roda, dengan tatapan lurus tanpa jangkauan. Lelaki itu asyik dengan pengembaraan tidak jelas. Sendirian, meninggalkan Ratna yang kini semakin dekat dengan keputusasaan. 

Post a Comment for "Novel Romantis: Menikahlah Denganku [Part 27]"