Novel Romantis: Menikahlah Denganku [Part 29]


Dalam perjalanannya, hubungan Galih lebih dekat dengan Tenri ketimbang Ilham lantaran Ilham memutuskan menempuh pendidikan di sebuah pesantren di Jawa Timur usai lulus SMP. Selanjutnya, Galih dan Tenri adalah dua karib yang meniti hidup di kaki Bawakaraeng hingga mereka menginjak kelas dua SMA saja. Saat itu Tenri bersama orangtuanya harus kembali menetap di Lembanna karena ayahnya terkena PHK.

Tenri yang memang sederhana berubah menjadi gadis desa yang banyak diam dan menjalani hidup apa adanya. Galih kembali kehilangan sebagian jiwanya. Tak lama berselang, ayah Galih dipindahtugaskan ke Yogyakarta. Komunikasi antara dirinya dengan Tenri makin terentang jarak. Bertahun kemudian, pernah Galih mencoba menemui Tenri dan Ilham di Lembanna, tetapi tak mendapatkan apa-apa. Tenri sudah bekerja di Sumatra, sedang Ilham mendapat beasiswa melanjutkan pendidikannya di Al-Azhar.

“Ali ….” Sapaan Tenri membuyarkan lamunan Galih. Tenri berjalan mendekat ke arah kursi roda yang diduduki kawan masa kecilnya itu, lalu duduk berlutut tepat di depannya.

Galih masih tak percaya. Hatinya membuncah. Jiwa yang sebelumnya telah mengering perlahan kembali basah oleh sisa-sisa semangat yang nyaris patah. Salah satu hal paling berharga pada masa kecilnya yang nyaris hilang kini ada di hadapannya. Air mukanya mengalami perubahan 180 derajat. Wajah yang nyaris redup itu kini diliputi cahaya secercah. Ada binar di sana. Binar yang sangat jelas terlihat setelah sekian lama lenyap.

Sedetik kemudian, sesimpul senyum terukir di sudut bibirnya. Benar-benar sebuah kemajuan yang tak terduga. Tenri juga merasakan kebahagiaan luar biasa. Tak perlu perjuangan sulit bagi gadis itu untuk mendapatkan senyum yang lama hilang dari wajah pemiliknya.

Mungkin bagi Galih, kehadiran Tenri adalah amunisi yang tepat pada saat tingkat kewarasannya hampir berkarat. Galih menemukan dirinya yang dulu, dirinya yang masih bergelimang kebahagiaan sebelum masalah besar itu hadir dan menjadikannya manusia “lain”.


Dari balik pintu, dua pasang mata saling berpandangan setelah mendapati adegan pertemuan dua manusia itu. Sepasang mata tua dengan pandangan sukacita, dan sepasang mata kucing dengan pandangan sebaliknya.

Mata kucing itu kini mengisyaratkan luka.

Pada kenyataannya, bukan aku yang bisa mengembalikan tawa itu lagi. Pada kenyataannya, aku tak lagi memiliki makna apa-apa untuknya. Kata hatinya mungkin sedang mengoloknya. Ada luka yang semakin lama semakin dalam terasa. Perih luar biasa menjalar perlahan di balik dadanya.

“Ratna, ada apa?” tanya ayah Galih pelan setelah menyadari bahwa Ratna tak merasakan kebahagiaan seperti yang dirasakannya. Seharusnya, Ratna juga bahagia melihat perubahan besar yang terjadi pada diri Galih.

Ratna menjawab pertanyaan itu dengan gelengan pelan. Ia hampir tak bisa menahan emosinya. Matanya berkabut. Susah payah ditahannya agar kabut itu tak berubah menjadi tetes air yang memenuhi kelopaknya. Sebuah senyum tipis berusaha keras dihadirkan untuk lelaki paruh baya di hadapannya. Ia tak ingin luka itu terbaca jelas dari wajahnya.

“Benar, tak apa-apa?” tanya ayah Galih lagi. Ratna mengangguk dengan senyum yang terus dipertahankannya agar tetap mengembang di bibir meski sulit luar biasa. Kemudian, lelaki tua itu sempat menepuk punggung Ratna sebelum gadis itu pamit tanpa menemui Galih yang sedang gembira bersama Tenri.

Ia ingin cepat-cepat membawa pergi gemuruh di dadanya.

**


Bruk ....

Sebuah totebag merosot dari lengan Ratna. Gadis itu memilih menyandarkan tubuh di dinding ketika merasakan lemas di kedua lututnya. Andri yang ada di depannya menangkap sesuatu yang tak biasa dari sahabatnya.

“Nyuk?”

Ratna bergeming. Andri tak menangkap reaksi apa pun dari tubuh Ratna yang masih berdiri menyandar pada dinding. Ia justru menangkap keganjilan di mata kucing itu. Mata yang kini menatap nanar langit-langit ruang kerja mereka. Ratna sedang menahan sesuatu dalam matanya agar tak meluncur turun. Air!

“Na? Apa yang terjadi?” Andri mendekat. Air di kelopak mata Ratna sudah menggenang. Ratna segera mengusap dengan jari-jarinya, lalu memberanikan diri menatap Andri yang sedari tadi menunggu penjelasannya.

“Gal …,” ucap Ratna sepotong. Gadis itu merasakan kelu di tenggorokannya. Bahkan, untuk melanjutkan kalimat, sulitnya luar biasa. Akhirnya, ia memilih menjatuhkan wajahnya di dada Andri, menumpahkan air mata yang sedari tadi ditahannya, di sana.

Andri terkesiap. Inilah untuk kali pertama—setelah bertahun-tahun menjalin persahabatan—ia melihat air mata Ratna. Air mata yang mengatakan bahwa ada luka teramat dalam yang sedang merobek-robek perasaan pemiliknya.

Di dadanya, air mata itu tumpah begitu saja. Luruh, mengisyaratkan ada hati yang sedang tersungkur tanpa daya.

Andri membiarkan Ratna menyelesaikan tangisnya. Setelah bisa sedikit menguasai emosi, Ratna mengalirkan cerita dari bibirnya yang memucat. Ia menceritakan tentang dari mana rasa sakit itu berasal. Tentang Galih yang kembali bercahaya karena orang lain. Tentang Tenri yang begitu bermakna bagi momen penting perkembangan Galih.

“Lo ... cemburu?” tanya Andri dengan hati-hati. Ratna yang masih menangis di bahunya menggeleng kuat. Kemudian, mengangkat kepalanya yang terasa berat, membawa wajahnya tepat berada di hadapan Andri. Dengan suara yang masih sesenggukan gadis itu berusaha berbicara.

“Lo … lo pernah merasa nggak ada gunanya buat orang yang paling penting dalam hidup lo? Lo pernah merasa keberadaan lo sama sekali nggak penting bagi orang yang paling penting bagi hidup lo?” Isakan Ratna kembali kuat. Ia mengambil napas sejenak sebelum melanjutkan perkataannya.

“Itu gue, Ndri! Gue!” ujar Ratna sembari menunjuk-nunjuk dadanya sendiri. Suara Ratna terbata kini bercampur dengan tangis yang berguncang hebat.

Andri tak mampu menelurkan kata untuk menghibur Ratna. Ia bisa merasakan kepedihan gadis itu. Perasaan ingin lebih melindungi Ratna tiba-tiba muncul dengan begitu kuat. Bahkan, jika Ratna meminta bahunya saat itu juga, ia teramat rela.

Rasa tidak rela juga muncul di hati Andri. Ketidakrelaan jika Ratna harus merasakan luka yang dalam. Ia juga tak rela jika gadis itu harus menelan perih luar biasa. Jika saja bisa, ingin rasanya ia mengambil semua kepedihan yang sedang dirasakan Ratna dan menukarnya dengan seribu kebahagiaan yang masih ia miliki.

Andri tak tahu harus berkata apa untuk bisa sedikit saja menghapus luka yang sedang menikam Ratna. Naluri kuat untuk melindungi Ratna membawa kedua tangannya bergerak merengkuh bahu Ratna, mendekap gadis itu erat dan berharap bisa memberinya kekuatan. 

Post a Comment for "Novel Romantis: Menikahlah Denganku [Part 29]"